Transformasi Society 5.0
Transformasi Society 5.0 Dalam Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka
Setelah era revolusi industri 4.0 saat ini, Indonesia akan menghadapi era society 5.0 yang akan lebih membuka kesempatan namun juga menjadi tantangan berat apabila sumber daya manusia Indonesia tidak dipersiapkan dengan matang. Hal ini dikatakan oleh Rinovian Rais, Dosen Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bakasi kepada JNewstv.com. (18/05)
Rinovian Rais mengatakan bahwa perubahan yang sangat cepat di era society 5.0 akan mempengaruhi perubahan paradigma pengukuran psikologis, yakni tidak lagi hanya menjelaskan kualitas seseorang tetapi juga mampu memperediksikan kinerja seseorang.
“organisasi pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan transformasi pendidikan nasional melalui peningkatan metode pengajaran dan pembelajaran dalam rangka mempersiapkan siswa menyongsong era society 5.0. disemarakkan oleh para pembicara profesional dan berdedikasi di bidang pendidikan sebagai bentuk kontribusi nyata memajukan pendidikan Indonesia melalui peningkatan kualitas pengajaran dan pembelajaran oleh guru dan dosen.ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa Era society 5.0 ini akan menambahkan pekerjaan rumah bagi setiap praktisi pendidikan untuk membekali siswa (mahasiswa) mereka dengan keterampilan yang tidak hanya meliputi keterampilan bertahan hidup tapi juga keterampilan berpikir kritis, konstruktif, dan inovatif.
“Era society 5.0 menuntut siswa (mahasiswa) dan masyarakat secara umum untuk mampu berpikir kritis dan konstruktif.Namun dapat kita lihat secara umum guru dan dosen belum mampu melakukan pengajaran dengan metode tersebut. Ini juga berarti siswanya banyak yang belum memiliki cara berpikir yang kritis dan konstruktif. Indonesia bisa dikatakan belum siap menghadapi era Society 5.0. Tetapi ini bukan hanya soal siap dan tidak siap. Indonesia harus mengambil ancang-ancang untuk lebih siap menghadapi era society 5.0 sebagai tuntutan zaman,” tutur Rinovian.
Dosen IBM ini menerangkan bahwa semuanya harus melakukan.! perspektifnya mengenai penyempurnaan pendidikan.Terkhusus ada 3 area utama dalam upaya tersebut yakni cara guru/dosen mengajar, cara guru/dosen belajar, dan cara guru/dosen dinilai dimana aspek yang ketiga menggantikan pilar ketiga yakni kurikulum inovatif.
” Poin penting dalam hal ini adalah apakah ada perubahan signifikan dalam cara guru/dosen mengajar ketika dunia semakin berkembang dan berubah dengan cepat. Ini krusial karena berkaitan dengan pembentukan dasar manusia yang prosesnya terjadi di sekolah/kampus merdeka,” terangnya.
Dia menambahkan bahwa kebijakan Kampus Merdeka merupakan kelanjutan dari konsep Merdeka Belajar. Pelaksanaannya paling memungkinkan untuk segera dilangsungkan, hanya mengubah peraturan menteri, tidak sampai mengubah Peraturan Pemerintah ataupun Undang-Undang.
” Kebijakan pertama adalah otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Otonomi ini diberikan jika PTN dan PTS tersebut memiliki akreditasi A dan B, dan telah melakukan kerja sama dengan organisasi dan/atau universitas yang masuk dalam QS Top 100 World Universities. Pengecualian berlaku untuk prodi kesehatan dan pendidikan,” tambah Rinovian
Lanjutnya,Seluruh prodi baru akan otomatis mendapatkan akreditasi C. Kerja sama dengan organisasi akan mencakup penyusunan kurikulum, praktik kerja atau magang, dan penempatan kerja bagi para mahasiswa. Kemudian Kemendikbud akan bekerja sama dengan perguruan tinggi dan mitra prodi untuk melakukan pengawasan. Tracer study wajib dilakukan setiap tahun. Perguruan tinggi wajib memastikan hal ini diterapkan.
” Kebijakan Kampus Merdeka yang kedua adalah program re-akreditasi yang bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan prodi yang sudah siap naik peringkat. Mendatang, akreditasi yang sudah ditetapkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) tetap berlaku selama 5 tahun namun akan diperbaharui secara otomatis,” katanya.
Dosen IBM ini menuturkan bahwa Pengajuan re-akreditasi PT dan prodi dibatasi paling cepat 2 tahun setelah mendapatkan akreditasi yang terakhir kali. Untuk perguruan tinggi yang berakreditasi B dan C bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapanpun.
“Nanti, Akreditasi A pun akan diberikan kepada perguruan tinggi yang berhasil mendapatkan akreditasi internasional. Daftar akreditasi internasional yang diakui akan ditetapkan dengan Keputusan Menteri,”. tuturnya.
Evaluasi akreditasi akan dilakukan BAN-PT jika ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat dengan disertai bukti yang konkret, serta penurunan tajam jumlah mahasiswa baru yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi.
” Kebijakan Kampus Merdeka yang ketiga terkait kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH). Kemendikbud akan mempermudah persyaratan PTN BLU dan Satker untuk menjadi PTN BH tanpa terikat status akreditasi,” akunya.
Sementara itu, kebijakan Kampus Merdeka yang keempat akan memberikan hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dan melakukan perubahan definisi Satuan Kredit Semester (sks).
“Perguruan tinggi wajib memberikan hak bagi mahasiswa untuk secara sukarela, jadi mahasiswa boleh mengambil ataupun tidak sks di luar kampusnya sebanyak dua semester atau setara dengan 40 sks. Ditambah, mahasiswa juga dapat mengambil sks di prodi lain di dalam kampusnya,sebanyak satu semester dari total semester yang harus ditempuh. Ini tidak berlaku untuk prodi kesehatan,” imbuhnya.
Disisi lain, saat ini bobot sks untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas sangat kecil dan tidak mendorong mahasiswa untuk mencari pengalaman baru, terlebih di banyak kampus, pertukaran pelajar atau praktik kerja justru menunda kelulusan mahasiswa. Terdapat perubahan pengertian mengenai sks. Setiap sks diartikan sebagai ‘jam kegiatan’, bukan lagi ‘jam belajar’. Kegiatan di sini berarti belajar di kelas, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil. “Setiap kegiatan yang dipilih mahasiswa harus dibimbing oleh seorang dosen yang ditentukan kampusnya. Daftar kegiatan yang dapat diambil oleh mahasiswa dapat dipilih dari program yang ditentukan pemerintah dan/atau program yang disetujui oleh rektornya,”.
Paket kebijakan Kampus Merdeka ini menjadi langkah awal dari rangkaian kebijakan untuk perguruan tinggi. “Ini tahap awal untuk melepaskan belenggu agar lebih mudah bergerak. Kita masih belum menyentuh aspek kualitas. Akan ada beberapa matriks yang akan digunakan untuk membantu perguruan tinggi mencapai targetnya,” tutupnya.(Harun/red)